ARTIKEL

Transformasi GMKA : Dari Kita Untuk Semua

Gelap, senyap, terjal dan cukup menanjak. Demikian kira-kira kondisi Gua Maria Kerep Ambarawa (GMKA) sampai era 80an. Jalan bebatuan yang cukup terjajal tertata tepat dari depan Terminal Bus Ambarawa hingga pelataran GMKA. Pohon Asam Kranji berderet di sepanjang kiri dan kanan jalan. Gemercik air dari pematang sawah selalu mengalir, membanjiri petak-petak persawahan yang membentang hingga gerbang masuk menuju Gua Maria Kerep Ambarawa.

Hanya gua dan sebuah altar menghadap ke sisi timur, dengan patung Bunda Maria diletakkan pada bagian atas di sisi utara menghadap ke tenggara. Pepohonan besar masih begitu rindang, kokoh-tegak berdiri, membuat pelataran Gua Maria Kerep Ambarawa begitu asri. Pada sisi timur, sederet pohon pinus berjajar menjadi pembatas antara pelataran hingga tebingan sungai yang begitu curam.

Selalu ada damai tiap kali duduk bersila di depan gua. Begitu hening, hingga gemercik air sungai jauh di bawah masih dapat terdengar. Juga desau pinus tiap kali angin berhembus, menambah kesempurnaan hening di Gua Maria Kerep Ambarawa sepanjang hari, baik pagi, siang dan terlebih pada malam hari. Di sisi utara, jajaran pohon bambu berdisik, menimbulkan irama dengan rima surgawi. Sempurna.

Kicau burung selalu terdengar bersahut-sahutan. Kepakan sayap-sayapnya begitu bebas, begitu merdeka, terkadang turun hingga di depan pelataran gua. Tupai-tupai berkejaran di antara pohon-pohon bambu, berlari kian kemari. Mereka seolah tak terganggu, membuat sarang di pucuk-pucuk pohon pinus.

Jelang malam, yang tersisa hanya keheningan. Sedikit remang, hanya pijar lampu bohlam berdaya 110 Watt dan pijar sederet lilin menyala tepat di depan altar yang menerangi pelataran gua kala itu. Begitu sepi, hanya suara binatang malam yang terdengar, seolah berdansa menyambut berlalunya senja. Sisanya sunyi. Kesunyian yang menghantar keheningan hati menuju devosi pada Sang Bunda.  

Berdoa di tengah keheningan tak jauh dari pusat kota adalah dambaan setiap umat, dan Gua Maria Kerep Ambarawa menyediakan semua itu. Begitu sunyi. Hening. Hingga suara telapak kaki yang mendekat sekalipun akan dapat terdengar dengan begitu jelas. Di sisi atas gua, Sang Bunda seolah tersenyum, menyambut hadirnya siapa saja yang hendak memanjatkan doa. Sempurna. Seperti itulah gambaran Gua Maria Kerep Ambarawa (GMKA) sampai era 80an.

Berdoa di GMKA berasa seperti menari di tengah keheningan, memanjatkan puji syukur atas semua karunia yang telah diterima. Seperti meratap di tengah kesunyian, sujud memohon ampun atas segala salah dan khilaf. Seperti pasrah di tengah segala amarah, ego hingga keinginan duniawi. Seperti berderai-derai, memohonkan sebuah ingin yang sekiranya sulit untuk dapat terwujud. Dan Gua Maria Kerep Ambarawa menyediakan semua itu.

Pengorbanan Sebuah Perubahan

GMKA terus bergema. Gaungnya merambah hingga seantero Keuskupan. Demam Novena menjadi sebuah tata laku baru umat Kristiani di era 90an. Tak ketinggalan pula GMKA. Dari Novena Minggu Kedua setiap bulannya, dimulai dari bulan September dan selalu ditutup pada Bulan Maria tahun berikutnya, GMKA bertransformasi menjadi salah satu destinasi umat Kristiani yang menginginkan suasana doa yang sedikit berbeda.

Novena Minggu Kedua benar-benar merubah wajah-rupa GMKA. Dari yang semula hanya dihadiri oleh umat Kristiani di seputar Ambarawa, lambat-laun dengungnya kian bergema, merambah hingga ke luar kota. GMKA tak lagi sanggup menampung luapan umat yang hadir untuk serentetan novena, berdoa dan berdevosi pada Sang Bunda. GMKA pun berbenah. Sebuah tuntutan akan kebutuhan umat. Area GMKA diperluas, sebuah kapel yang cukup megah dibangun untuk menampung luapan umat kala Novena Minggu Kedua.

Seperti sudah tergariskan, ketenaran GMKA mencuat secara alamiah, apa adanya. Beberapa perubahan yang terjadi semakin mendorong umat untuk lebih dari sekedar mengikuti Novena Minggu Kedua. GMKA benar-benar hadir memberi keteduhan bagi mereka yang merindukan hening. Seolah tanpa pintu, GMKA selalu dikunjungi semenjak mentari belum juga terbit, sepanjang pagi hingga siang menjelang, sore hingga petang melengang, bahkan tak sedikit umat dari luar kota yang sengaja menghabiskan sepanjang malam, mencari ketenangan, larut dalam kesunyian di sudut-sudut hening GMKA.

Ketika ketenaran menghadirkan perubahan, lahirlah sebuah pengorbanan. Seperti ada yang dikorbankan, ketika ketenaran lambat-laun mencuat dan memaksa perubahan di sana-sini. Mulai dari bentuk fisik yang terus dibenahi, hingga keasrian dan keheningan GMKA yang turut terkena imbasnya. Perubahan pada bentuk fisik GMKA sedikit banyak mengurangi keaslian bentuk dasarnya. Altar di dalam gua tidak lagi dipakai, digantikan dengan altar baru yang menghadap ke sisi selatan dan langsung berhadapan dengan umat. Hal ini tentu mengingat jumlah umat yang tak lagi dapat ditampung di depan altar lama. Beberapa bangunan inti juga direnovasi, disesuaikan dengan fungsi dan pemanfaatannya. GMKA tampil sedikit beda.

Secara non-fisik, jumlah kunjungan yang meningkat begitu pesat, sedikit banyak mengurangi keheningan di GMKA. Namun demikian, hal ini tak mengurangi antusias umat, bahkan dari luar kota sekalipun, untuk semakin mendekatkan diri dan berdevosi pada Sang Bunda. Seolah ada yang dikorbankan seiring ketenaran dan perubahan-perubahan yang terjadi di GMKA. Namun semua itu adalah sebuah tuntutan untuk maju dan menjadi semakin baik. Benar saja, nama GMKA semakin menjulang. Peziarah semakin tak terbendung. Maka dilakukanlah perubahan yang cukup signifikan pada periode berikutnya, baik untuk tempat parkir, kios-kios cenderamata, kuliner, hingga Taman Doa yang begitu asri dibangun tepat di sisi selatan GMKA.   

Berubah Menjadi Lebih Baik

Saga transformasi GMKA yang total berbenah tak pelak mengubah tampilan terkini GMKA. Perubahan demi perubahan itu tentu saja demi kebaikan dan kebutuhan semuanya saja. Dengan sentuhan-sentuhan modern dan artistik, GMKA berubah menjadi lebih baik.

Dimulai dari lapangan parkir yang cukup luas, GMKA kini mampu menampung kendaraan roda dua, mobil hingga bus sedang dari para peziarah hingga tak jauh dari gerbang utama. Lapangan parkir ini dirasa sangat membantu para peziarah, mengingat jumlah kendaraan yang mengunjungi GMKA tak sebanding dengan lahan parkir kala itu. Satu masalah selesai. Umat menjadi lebih nyaman ketika mengunjungi GMKA saat ini.

Tak hanya lapangan parkir yang terbilang cukup luas, lahan ini juga terintegrasi langsung dengan kios-kios cenderamata dan pusat kuliner lokal yang dibangun dua lantai di sisi selatan. Penduduk setempat yang sehari-harinya menggantungkan hidup dari kunjungan para peziarah GMKA, kini menjadi semakin nyaman dan tenang berjualan. Hebatnya, tidak semua dari mereka adalah umat Kristiani. Sinergi dan toleransi antar umat beragama di sini patut menjadi acungan jempol. Mereka berdampingan mengais rejeki tanpa membeda-bedakan latar belakang keyakinan.

Seolah masih kurang, di sisi timur lapangan parkir, juga dibangun hamparan Taman Doa yang cukup luas. Sebuah padang rerumputan hijau membentang di tengah-tengah taman. Di sekelilingnya, diorama patung kehidupan Yesus dengan ukuran yang cukup nyata, berjajar memanjakan dan mengedukasi umat yang mengunjunginya. Yesus dibabtis di Sungai Yordan, Kisah Perjamuan di Kana, Yesus memanggil murid-murid pertamaNya, Kisah Lima Roti dan Dua Ikan, hingga diorama Makam Yesus, semua tersaji mengelilingi Taman Doa.

Seolah masih kurang sempurna, GMKA dilengkapi lagi dengan sebuah patung yang cukup ikonik, yaitu Patung Maria Asumpta. Tepat di sudut barat daya, tegak menjulang patung Sang Bunda Maria Asumpta, kreasi tangan-tangan muda anak Ambarawa setinggi 42 meter, yang ditengarai menjadi patung Bunda Maria tertinggi se-Asia hingga tulisan ini diturunkan. Patung Maria Asumpta, sebuah ikonik baru GMKA, yang hadirnya menambah semarak dan melengkapi devosi pada Sang Bunda.

Aku merindukan hening kesunyianmu. Aku merindukan teduh penghiburanmu. Aku membayangkan dirimu seperti itu. Dan kuingin kamu selalu seperti itu. Gua Maria Kerep Ambarawa dengan wajah barunya seolah hendak menitipkan pesan : GMKA adalah Ambarawa dan Ambarawa adalah GMKA.

Selamat berziarah. Tuhan memberkati. (dp)

Baca juga : Perayaan Ekaristi Bulan Rosario Minggu Ke-1

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *