WARTA IMAM

Pengabdi Keadilan Dan Rakyat Kecil

oleh : Aloysius Suryawasita, SJ

Pengabdi keadilan dapat didefinisikan sebagai orang-perorangan atau suatu kelompok atau lembaga khusus yang melayani orang kecil. Sedang orang kecil yang dimaksud adalah kelompok atau anggota masyarakat yang miskin dalam bidang ekonomi, sosial maupun politik. Rakyat kecil disini maksudnya bukanlah rakyat kecil atau kelompok masyarakat yang mengalami kesukaran istimewa yang mencolok seperti orang cacat, jompo, yatim piatu atau yang sedang mengalami musibah alam, seperti banjir, gempa bumi dan sebagainya. Dengan kata lain, orang kecil yang dimaksud disini adalah orang-orang atau warga masyarakat biasa, normal dan mereka miskin dalam bidang ekonomi, sosial maupun politik. Hal ini tak berarti bahwa pelayanan-pelayanan karitatif pada mereka yang terkena musibah tidaklah perlu, bagaimanapun juga pelayanan karitatif tetap mutlak diperlukan.

Pengabdi keadilan demi pelayanannya kepada rakyat kecil harus membuat diagnosa yang tepat tentang sebab kemiskinan atau keterbelakangan rakyat kecil. Sesudah itu memberikan terapi yang cocok. Diagnosa yang salah akan membawa kepada terapi yang salah pula. Akhirnya, rakyat kecil sendirilah yang akan dirugikan.

Diagnosa Harus Tepat

Berhadapan dengan rakyat kecil, para pengabdi keadilan biasanya akan menjumpai sifat-sifat khas yang menempel pada mereka. Sepintas, pengabdi keadilan mengamati bahwa rakyat kecil itu kasar, tidak tahu sopan santun. Mereka bertindak jorok, seakan-akan tidak berbudaya atau budaya mereka adalah budaya urakan. Mereka bodoh dan acuh tak acuh, mempunyai bayangan bahwa susah dan berat sebelum berjuang. Mereka minder, tidak mempunyai kepercayaan diri. Mereka juga apatis. Kecuali itu, di antara rakyat kecil sendiri sama sekali tidak ada solidaritas. Mereka masing-masing berjalan sendiri-sendiri dalam upaya mengubah nasib.

Berhadapan dengan sifat-sifat di atas, pengabdi keadilan cepat-cepat menyimpulkan bahwa sifat-sifat di ataslah yang membuat rakyat kecil itu miskin. Selalu ada bahaya bahwa pengabdi keadilan cenderung menyalahkan mereka. Inilah diagnosa salah yang umumnya dibuat oleh pengabdi keadilan atau lembaga yang mempekerjakannya. Barangkali memang begitulah sifat-sifat rakyat kecil, tetapi tidaklah tepat kalau pengabdi keadilan menyimpulkan bahwa itulah sebab kemiskinan mereka.

Dengan demikian, perlulah pengabdi keadilan menentukan diagnosa yang tepat. Di dalam kehidupan masyarakat, terdapat “hukum” yang kuat, yaitu “hukum kompetisi”. Hukum kompetisi ini mengajak setiap individu untuk bekerja keras, bersaing dengan individu lain. Akan muncul individu-individu yang berhasil dalam persaingan, tetapi juga akan muncul individu-individu yang gagal.

Aturan kompetisi dalam masyarakat sedemikian tidak adil. Dengan demikian, yang berhasil dalam kompetisi hanyalah sekelompok kecil, sedang yang tidak berhasil adalah massa rakyat kecil yang besar jumlahnya. Ketidakberhasilan itu menyebabkan mereka putus asa, apatis, tidak percaya pada diri sendiri. Mereka merasa sebagai orang-orang yang gagal. Sebaliknya, kegagalan rakyat kecil dipakai sebagai tolok ukur atau cermin keberhasilan dari mereka dalam berkompetisi. Mereka lalu dapat melihat diri sendiri sebagai yang berhasil, tidak seperti massa rakyat kecil.

Aturan kompetisi atau aturan permainan dalam masyarakat itu tidak adil, karena mengakibatkan golongan terbesar dalam masyarakat gagal dalam kompetisi dan menjadi miskin. Kecuali itu, aturan permainan dibuat dan dipertahankan oleh sekelompok kecil anggota masyarakat. Sementara golongan terbesar dari masyarakat (yakni rakyat kecil) tidak dapat atau tidak dimungkinkan untuk merevisi atau mengubah aturan permainan yang ada. Dan kepada mereka, diindoktrinasikan bahwa aturan permainan yang ada itu sudah adil. Akibatnya, rakyat kecil selalu merasa bahwa mereka sendirilah yang salah dan selayaknya ada orang-orang yang berhasil.

Akibat indoktrinasi ini, aturan permainan yang tidak adil tetap berjalan terus. Rakyat kecil dari generasi ke generasi menjadi minder, tidak percaya diri, apatis, hidup sendiri-sendiri tanpa ikatan solidaritas. Dengan kata lain, yang dengan cepat diamati kebanyakan orang termasuk para pengabdi keadilan adalah sifat-sifat rakyat kecil dan bukannya sebab terdalam dari kemiskinan mereka. Jadi sifat-sifat rakyat kecil sebenarnya disebabkan oleh aturan permainan yang ada. Maka, sebab kemiskinan rakyat kecil bukanlah sifat-sifat atau mentalitas mereka, melainkan aturan permainan dalam masyarakat.

Terapi Yang Tepat

Masalah pokok dalam memberi terapi adalah mengubah aturan permainan yang tidak adil. Yang terutama harus mengubah aturan permainan yang ada adalah rakyat kecil sendiri. Mereka sendirilah yang harus menyadari babhwa mereka adalah kurban aturan permainan yang ada, yang sampai sekarang selalu mereka anggap adil. Maka, terapi yang harus diberikan adalah mengubah aturan permainan yang ada. Ini berarti bahwa rakyat kecil harus ikut serta dalam menyusun atau membuat aturan permainan dalam masyarakat. Atau istilah yang sering kita dengar ialah partisipasi rakyat kecil dalam membangun struktur sosial.

Untuk dapat berpartisipasi dalam membangun struktur sosial yang lebih adil, tidak mungkin kalau rakyat kecil tetap apatis, mudah putus asa, tidak percaya diri dan nrimo (menyerah pada nasib). Rakyat kecil hendaknya ditolong untuk dapat membebaskan diri dari sifat-sifat apatis, tidak percaya diri, nrimo, hidup sendiri-sendiri.

Terapi seorang pengabdi keadilan atau pelayanannya pada rakyat kecil harus sampai pada lahirnya sifat aktif, percaya diri, sikap kritis, solidaritas rakyat kecil, sehingga mereka akhirnya mau dan dapat ikut serta membangun struktur sosial yang sungguh adil. Ini berarti, setiap pelayanan pada rakyat kecil harus sampai pada adanya perubahan norma-norma hidup rakyat kecil, perubahan sikap mental dan perubahan tingkah laku mereka. Tanpa adanya perubahan-perubahan itu, mereka tidak akan mampu untuk ikut serta dalam membangun struktur sosial atau aturan permainan dalam masyarakat yang lebih adil. Tanpa adanya perubahan-perubahan itu, mereka tetap akan menjadi orang-orang yang ditentukan oleh orang lain.

Sekali lagi, tujuan pelayanan pada rakyat kecil ialah membantu mereka ikut serta dalam membangun struktur sosial atau aturan permainan yang lebih adil dalam masyarrakat. Tetapi, seorang pengabdi keadilan tidak dapat melayani mereka dengan langsung mengajak untuk ikut serta membangun struktur sosial. Dengan kata lain, pelayanan seorang pengabdi keadilan perlu melalui berbagai tahap. Tahap pertama ialah perlunya pengabdi keadilan menentukan apa yang disebut suatu “pintu masuk”. Pintu masuk ialah kebutuhan rakyat kecil yang mereka rasakan dan kebutuhan itu lalu dijadikan titik tolak awal pelayanan. Umpama, rakyat kecil membutuhkan kredit. Pemberian kredit adalah pelayanan yang pada awal harus diberikan oleh pengabdi keadilan. Atau, petani-petani kecil membutuhkan pelayanan pemasaran hasil produksi mereka, maka pencarian terobosan-terobosan baru dalam pemasaran haruslah menjadi awal pelayanan.

Contoh pemberian kredit, pencarian terobosan pemasaran adalah pintu masuk pengabdi keadilan untuk akhirnya dapat membawa mereka kepada kesadaran bahwa mereka harus ikut serta membangun struktur sosial yang lebih adil. Akan tetapi, pengabdi keadilan harus selalu ingat bahwa pemberian kredit atau pencarian terobosan pemasaran hanyalah sekedar pintu masuk, suatu tahap awal, yang kemudian harus dilewati untuk masuk ke tahap berikutnya.

Masuk dalam tahap berikutnya tidak berarti bahwa pengabdi keadilan terus meninggalkan pelayanan awal. Dengan pelayanan awal, pengabdi keadilan harus dapat mengantar rakyat kecil itu kepada kesadaran kritis mengenai situasi hidup mereka, kesadaran bahwa mereka sebenarnya selalu ditentukan oleh orang lain.

Organisasi Rakyat Kecil

Rakyat kecil selalu menjadi pihak yang ditentukan, diatur karena mereka tidak memiliki organisasi. Mereka hidup dan bekerja sendiri sehingga mudah dimanipulasi oleh pihak lain. Maka, penting bahwa rakyat kecil menyadari kekurangan ini dan menyadari betapa penting membentuk organisasi yang mampu menyuarakan kepentingan mereka.

Oleh karena itu, apapun pelayanan pengabdi keadilan sebagai pintu masuk, akhirnya harus sampai pada kesadaran rakyat kecil bahwa pentinglah mereka membentuk satu organisasi. Sebab, hanya dengan organisasi, rakyat kecil akan dapat ikut serta dalam pengambilan keputusan yang dapat menentukan aturan permainan yang kompetitif.

Pembentukan organisasi rakyat kecil akan sangat dipermudah ketika mereka mulai percaya diri, tidak apatis dan solider dengan sesamanya yang miskin. Maka dari itu, pelayanan awal sebagai pintu masuk harus sedemikian rupa sehingga menumbuhkan rasa percaya diri, aktif dan rasa solider di antara rakyat kecil.

Pelayanan kredit atau pencarian terobosan pemasaran harus sedemikian rupa sehingga rakyat kecil merasa berhasil, dan merasa bahwa kehidupan ekonomi mereka menjadi lebih baik. Kalau tahap ini tidak tercipta, sangatlah mustahil mengajak mereka untuk berorganisasi.

Karena akhirnya rakyat kecil harus memiliki organisasi perjuangan, maka sejak awal hendaknya pengabdi keadilan memberi pelajaran kepada kelompok rakyat kecil yang homogen, umpama kelompok petani kecil, tukang becak, pedagang kaki lima. Dengan kelompok yang homogen, rasa solidaritas di antara mereka mudah tercipta dan juga dengan cepat mereka menyadari bahwa mereka mempunyai kepentingan yang sama. Kelompok yang homogen akan memudahkan lahirnya organisasi.

Dalam pertemuan kelompok yang homogen ini, rakyat kecil sudah mulai dibiasakan untuk mengungkapkan diri, mengungkapkan pengalaman mereka yang mudah dimengerti oleh angggota lain. Dengan pertemuan-pertemuan, mereka mulai terlatih mengungkapkan diri, terlatih bermusyawarah. Harus kita sadari bahwa mengungkapkan diri dan mengemukakan pendapat adalah barang mahal bagi rakyat kecil. Mereka telah biasa hanya menjadi pihak pendengar, pihak pelaksana keputusan. Mereka jarang menjadi pihak yang mengungkapkan pandangan, pendirian, apalagi mendesakkan kepentingan mereka.

Kalau kelompok homogen sering mengadakan pertemuan sehingga para anggotanya sudah dengan bebas dan biasa mampu bermusyawarah, maka mereka pun akan siap membentuk organisasi. Mereka tentu semakin melihat bahwa mutlaklah mereka bersatu, solider satu dengan yang lain.

Baca Juga Kesucian Hidup Kaum Miskin

Tulisan ini pernah dimuat di Harian Kompas, 24 Pebruari 1988.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *